Senin, 03 November 2014

Landasan psikologi dalam pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Psikologi pendidikan adalah studi ilmiah tentang perilaku dan proses mental. Psikologi pendidikan  merupakan cabang ilmu psikologi yang mengkhususkan diri pada cara memahami pengajaran dan pembelajaran dalam lingkungan pendidikan. Psikologi pendidikan adalah bidang yang sangat luas sehingga dibutuhkan satu buah bahasan tersendiri untuk menjelaskannya. Berpangkal pada kenyataan bahwa kepribadian manusia itu sangat bermacam-macam sekali, mungkin sama banyaknya dengan banyaknya orang, segolongan ahli berusaha menggolong-golongkan manusia ke dalam tipe-tipe tertentu, karena mereka berpendapat bahwa cara itulah paling efektif untuk mengenal sesama manusia dengan baik. Pada sisi lain, sekelompok ahli berpendapat, bahwa cara bekerja seperti dikemukakan di atas itu tidak memenuhi tujuan psikologi kepribadian, yaitu mengenal sesama manusia menurut apa adanya, menurut sifat-sifatnya yang khas, karena dengan penggolongan ke dalam tipe-tipe itu orang justru menyembunyikan kekhususan sifat-sifat seseorang.
Pada hakikatnya inti persoalan psikologi pendidikan adalah bagaimana perlakuan terhadap anak didik, yang secara psikologis pelakuan tersebut harus selaras dengan keadaan peserta didik. Pentingnya psikologi pendidikan diberikan kepada mahasiswa calon guru sebagai upaya melengkapi khasanah keprofesionalannya dalam melaksanakan profesi sebagai pendidik. Bahwa dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik perlu memahami karakter dan tingkat perkembangan peserta didiknya (perkembangan pisik maupun non pisik) untuk memudahkan proses pembelajaran kepada siswanya. Karena anak di usia sekolah masih  berada pada tahap pertumbuhan dan perkembangan,  kedua-duanya tersebut  dominan, sehingga perlu mendapatkan  pengarahkan dan  perlakuan yang tepat. Dalam  sekelompok siswa/kelas memiliki keragaman, baik secara sosial maupun secara individu. Dengan pemahaman terhadap ilmu psikologi khususnya psikologi pendidikan dapat membantu calon guru/guru untuk memberikan perlakuan yang tepat terhadap kecerdasan, bakat, minat dan kepribadian yang dimiliki oleh peserta didik, sehingga ia mampu tumbuh dan berkembang dengan baik dan berkeseimbangan (jasmani dan rohani termasuk seimbangnya antara aktivitas belahan otak kanan dan kiri).
1.2  Rumusan Masalah
1)      Bagaimana pendapat para ahli tentang teori psikologi?
2)      Apa pengertian landasan psikologi dalam pendidikan?
3)      Apa saja bentuk psikologi dalam pendidikan?
4)      Bagaimana pentingnya landasan psikologi dalam pendidikan?
5)      Bagaimana implikasinya landasan psikologi dalam pendidikan?
1.3  Tujuan
Dari rumusan masalah diatas penulis dapat mengambil tujuan :
1)      Untuk mengetahui pendapat para ahli tentang teori psikologi.
2)      Untuk mengetahui pengertian landasan psikologi dalam pendidikan.
3)      Untuk mengetahui bentuk-bentuk psikologi dalam pendidikan.
4)      Untuk mengetahui pentingnya landasan psikologi dalam pendidikan.
5)      Untuk mengetahui implikasi landasan psikologi dalam pendidikan.










BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Teori Psikologi menurut para ahli
2.1.1  Aliran psikologi tingkah laku
A.    Teori  Pengaitan dari Edward L. Thorndike
Berdasarkan hasil percobaannnya di Laboratorium yang menggunakan beberapa jenis hewan, ia mengemukakan suatu teori belajar yang dikenal dengan teori “pengaitan” (connectionism). Teori tersebut menyatakan belajar pada hewan dan manusia pada dasarnya berlangsung menurut prinsip yang sama yaitu, belajar merupakan peristiwa terbentuknya ikatan (asosiasi) antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R)  yang diberikan  atas stimulus tersebut. (Orton, 1991:39; Resnick dan Ford, 1981:13).
Selanjutnya Thorndike (dalam Orton, 1991:39-40; Resnick dan Ford, 1981:13; Hudojo, 1991:15-16) mengemukakan bahwa, terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon ini mengikuti hukum-hukum berikut: Hukum Kesiapan (law of readiness), Hukum Latihan (law of exercise), dan Hukum Akibat (law of effect).
B.     Teori Penguatan B.F. Skinner
Skinner mengembangkan teori belajarnya juga dari hasil percobaan dengan menggunakan hewan. Dari percobaannya, Skinner menyimpulkan bahwa kita dapat membentuk tingkah laku manusia melalui pengaturan kondisi lingkungan (operant conditioning) dan penguatan.
Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif dan penguatan negative. Penguatan positif sebagai stimulus, apabila penyajiannya mengiringi suatu tingkah laku siswa yang cenderung dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu, dalam hal ini berarti tingkah laku tersebut diperkuat.  Sedangkan penguatan negatif adalah stimulus yang dihilangkan/dihapuskan karena cenderung menguatkan tingkah laku.
C.     Teori Hirarki Belajar dari Robert M. Gagne
Menurut Orton (1990:39), Gagne merupakan tokoh Behaviorism gaya baru (modern neobehaviourist). Dalam mengembangkan teorinya, Gagne memperhatikan objek-objek dalam mempelajari matematika yang terdiri dari objek langsung dan tidak langsung. Objek langsung adalah: fakta, keterampilan, konsep dan prinsip, sedangkan objek tak langsung adalah: transfer belajar, kemampuan menyelidiki, kemampuan memecahkan masalah, disiplin diri, dan bersikap positif terhadap matematika.
Gagne berpandangan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku yang kegiatan belajarnya mengikuti suatu hirarki kemampuan yang dapat diobservasi dan diukur. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Gagne dikenal dengan “ teori hirarki belajar”
Gagne membagi belajar dalam delapan tipe secara berurutan, yaitu: belajar sinyal (isyarat), stimulus-respon, rangkaian gerak, rangkaian verbal, memperbedakan, pembentukan konsep, dan pemecahan masalah. Gagne berpendapat bahwa proses belajar pada setiap tipe belajar tersebut terjadi dalam empat tahap secara berurutan yaitu tahap: pemahaman, penguasaan, ingatan, dan pengungkapan kembali.
Untuk menerapkan teori hirarki belajar Gagne ini pada pembelajaran matematika perlu diterjemahkan secara operasional yaitu: (1) untuk mengajarkan suatu topic matematika guru perlu: (a) memperhatikan kemampuan prasyarat yang diperlukan untuk mempelajari topic tersebut, (b) menyusun dan mendaftar langkah-langkah kegiatan belajar serta membedakan karakteristik belajar yang tersusun secara hirarkis yang dapat didemonstrasikan oleh peserta didik sehingga guru dapat mengamati dan mengukurnya.  (2) guru dapat memilih tipe belajar tertentu yang dianggap sesuai untuk belajar topic matematika yang akan diajarkan.
Perkembangan kemampuan belajar  menurut Gagne (McNeil,1977)
1.      Multideskriminasi, yaitu belajar membedakan stimuli yang mirip, misalnya huruf b dan d.
2.      Belajar konsep, yaitu belajar membuat respon sederhana, seperti huruf hidup, hurup mati, dsb.
3.      Belajar Prinsip, yaitu mempelajari prinsip-prinsip atau aturan-aturan konsep.
2.1.2  Aliran psikologi kognitif
A.    Teori Perkembangan Intelektual Jean Piaget
Piaget adalah ahli psikologi Swiss yang latar belakang pendidikan formalnya adalah falsafah dan biologi. Piaget  mengemukakan  Teori Perkembangan Intelektual (kognitif)
Menurut Piaget ada empat tingkat perkembangan Intelektual. (Mulyani 1988, Nana Syaodih, 1988, dan Callahan, 1983):
1.      Periode Sensorimotor pada umur   0 – 2  tahun
Kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak reflex. Reaksi intelektual hampir seluruhnya karena rangsangan langsung dari alat-alat indra. Punya kebiasaan memukul-mukul dan bermain-main dengan permainannya. Mulai dapat menyebutkan nama-nama objek tertentu.
2.      Periode Praoperasional pada umur  2 – 7 tahun
Perkembangan Bahasa anak ini sangat pesat. Peranan intuisi dalam memutuskan sesuatu masih besar, menyimpulkan hanya berdasarkan sebagian kecil yang diketahui. Analisis rasional belum berjalan.
3.      Periode operasi konkret pada umur  7 – 11  tahun
Mereka sudah bias berfikir logis, sistematis dan memecahkan masalah yang bersifat konkret. Mereka sudah mampu mengerjakan penambahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.
4.      Periode operasi formal pada umur  11 – 15 tahun
Anak-anak ini sudah dapat berpikir logis terhadap masalah baik yang konkret maupun yang abstrak. Dapat membentuk ide-ide dan masa depannya secara realistis.
B.     Teori Belajar dari Jerome Bruner
Perkembangan mental anak menurut Bruner (Toeti Soekamto, 1994) ada tiga tahap, yaitu:
1.      Tahap Enaktif, anak melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya memahami lingkungan.
2.      Tahap Ikonik, anak   memahami  dunia melalui  gambaran-gambaran  dan  visualisasi verbal.
3.      Tahap simbolik, anak telah memiliki gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi oleh bahasa dan logika.
Berdasarkan hasil observasi dan eksperimennya mengenai kegiatan belajar-mengajar matematika Bruner merumuskan empat teori umum tentang belajar matematika yaitu:
1.      Teorema penyusunan (contruction theorem)
2.      Teorema pelambangan (notation theorem)
3.      Teorema pembedaan dan keaneka ragaman ( contrast and variation theorem)
4.      Teorema pengaitan (connectivity  theorem)

Teori-teori Psikologi telah banyak membantu membentuk Landasan Pendidikan didalamnya anak dapat belajar dengan efektif.  Landasan psikologis sangat penting karena manusia memiliki karakter yang berbeda-beda, sehinggap membutuhkan teori yang berbeda-beda untuk diaplikasikan dalam kasus-kasus pendidikan.  Mengingat dekatnya hubungan teori-teori tersebut dengan pendidikan, maka guru-guru modern patut mempelajarinya dan mengaplikasikannya dalam kelas.

2.2        Pengertian Landasan Psikologi dalam Pendidikan
2.2.1 Pengertian landasan
Landasan adalah dasar tempat berpijak atau tempat di mulainya suatu perbuatan. Dalam bahasa Inggris, landasan disebut dengan istilah foundation, yang dalam bahasa Indonesia  menjadi fondasi. Fondasi merupakan bagian terpenting untuk mengawali  sesuatu. Adapun menurut S. Wojowasito, (1972: 161), bahwa landasan dapat diartikan sebagai alas, ataupun dapat diartikan sebagai fondasi, dasar, pedoman dan sumber.
Istilah lain yang hampir sama (identik) dengan kata landasan adalah kata dasar (basic). Kata dasar adalah awal, permulaan atau titik tolak segala sesuatu. Pengertian dasar, sebenarnya lebih dekat pada referensi pokok  (basic reference) dari pengembangan sesuatu. Jadi, kata dasar lebih luas pengertian dari kata fondasi atau landasan. Karena itu, kata fondasi atau landasan dengan kata dasar (basic reference) merupakan dua hal yang berbeda wujudnya, tetapi sangat erat hubungannya (Sanusi Uwes, 2001: 8). Maka, setiap ilmu yang berhubungan dan berkenaan dengan pelaksanaan pendidikan, merupakan hasil dari pemikiran tentang alam atau manusia. Oleh karenanya, ilmu-ilmu itu dapat dikatakan sebagai fondasi atau dasar pendidikan (Sunasi Uwes, 2001: 8)
Jadi, dilihat dari pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa landasan adalah fondasi  atau dasar tempat berpijaknya sesuatu.
2.2.2 Pengertian Psikologi
Istilah psikologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata psyche berarti jiwa, dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa, atau ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan. Dengan dasar ini maka psikologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Menurut Pidarta (2007:194) Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa itu sendiri adalah roh dalam keadaan mengendalikan jasmani, yang dapat dipengaruhi oleh alam sekitar. Jiwa manusia berkembang sejajar dengan pertumbuhan jasmani. Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologis pendidikan merupakan suatu landasan dalam proses pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan
Psikologi atau ilmu jiwa yang mempelajari jiwa manusia terkait dengan tingkah laku manusia. Jiwa itu sendiri adalah roh dalam keadaan mengandalkan jasmani, yang dapat dipengaruhi alam sekitar. Karena itu jiwa atau psikis dapat dikatakan inti dari kendali kehidupan manusia, yang berada dan melekat dalam manusisa itu sendiri.
Pada umumnya para ilmuwan membagi psikologi menjadi 2 golongan, yaitu:
1.      Psikologi metafisika, yang menyelidiki hakikat jiwa seperti yang dilakukan  oleh Plato dan Ariestoteles
2.      Psikologi Empiris, yang menyelidiki gejala-gejala kejiwaan dan tingkah laku manusia dengan menggunakan pengamatan atau observasi, percobaan atau eksperimen dan pengumpulan berbagai macam data yang ada hubungannya dengan gejala-gejala kejiwaan manusia.
Dalam perkembangan jiwa dan jasmani inilah seyogyanya anak-anak belajar sebab pada masa ini mereka peka untuk belajar, punya waktu yang banyak untuk belajar. Masa belajar ini bertingkat-tingkat sejalan dengan fase-fase perkembangan mereka. Oleh karena itu, layanan-layanan pendidikan terhadap mereka harus pula dibuat bertingkat-tingkat, agar pelajaran itu dapat dipahami oleh anak-anak.
2.2.3 Pengertian Pendidikan
Pengertian Pendidikan pada umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti ( karakter, kekuatan bathin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya”.
John Stuart Mill (filosof Inggris, 1806-1873 M) menjabarkan bahwa Pendidikan itu meliputi segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang untuk dirinya atau yang dikerjakan oleh orang lain untuk dia, dengan tujuan mendekatkan dia kepada tingkat kesempurnaan.
Pendidikan, menurut H. Horne, adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada vtuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.
John Dewey, mengemukakan bahwa pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk untuk menghasilkan kesinambungan social. Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang yang belum dewasa dan kelompok dimana dia hidup.
Hal senada juga dikemukakan oleh Edgar Dalle bahwa Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat mempermainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tetap untuk masa yang akan datang.
Thompson mengungkapkan bahwa Pendidikan adalah pengaruh lingkungan terhadap individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap dalam kebiasaan perilaku, pikiran dan sifatnya.
Ditegaskan oleh M.J. Longeveled bahwa Pendidikan merupakan usaha , pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak agar tertuju kepada kedewasaannya, atau lebih tepatnya membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
Prof. Richey dalam bukunya ‘Planning for teaching, an Introduction to Education’ menjelaskan Istilah ‘Pendidikan’ berkenaan dengan fungsi yang luas dari pemeliharaan dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat terutama membawa warga masyarakat yang baru (generasi baru) bagi penuaian kewajiban dan tanggung jawabnya di dalam masyarakat.
Ibnu Muqaffa (salah seorang tokoh bangsa Arab yang hidup tahun 106 H- 143 H, pengarang Kitab Kalilah dan Daminah) mengatakan bahwa : “Pendidikan itu ialah yang kita butuhkan untuk mendapatkan sesuatu yang akan menguatkan semua indera kita seperti makanan dan minuman, dengan yang lebih kita butuhkan untuk mencapai peradaban yang tinggi yang merupakan santaan akal dan rohani.”
Plato (filosof Yunani yang hidup dari tahun 429 SM-346 M) menjelaskan bahwa Pendidikan itu ialah membantu perkembangan masing-masing dari jasmani dan akal dengan sesuatu yang memungkinkan tercapainya kesempurnaan.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, 1991:232, tentang Pengertian Pendidikan , yang berasal dari kata “didik”, Lalu kata ini mendapat awalan kata “me” sehingga menjadi “mendidik” artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Dari beberapa Pengertian Pendidikan diatas dapat disimpulkan mengenai Pendidikan, bahwa Pendidikan merupakan Bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain” (Langeveld).
Whiterington (1982:10) berpendapat bahwa pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar. Itu artinya bahwa tindakan-tindakan belajar yang berlangsung secara terus menerus akan menghasilkan pertumbuhan pengetahuan dan perilaku sesuai dengan tingkatan pembelajaran yang dilalui oleh individu sendiri melalui proses belajar-mengajar. Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar. Dari dua definisi ini maka jelas fokus dari psikologi pendidikan adalah proses belajar mengajar. Pemahaman peserta didik yang berkaitan dengan aspek kejiwaan merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan.
2.2.4 Pengertian Landasan Psikologi Pendidikan
Landasan psikologis pendidikan adalah suatu landasan dalam proses pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan. Kajian psikologi yang erat hubungannya dengan pendidikan adalah yang berkaitan dengan kecerdasan, berpikir, dan belajar (Tirtarahardja, 2005: 106).

2.3  Bentuk-bentuk Psikologi dalam Pendidikan
2.3.1  Psikologis Perkembangan
Ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan. Pendekatan-pendekatan yang dimaksud adalah (Nana Syaodih, 1989).
1.      Pendekatan pentahapan. Perkembangan individu berjalan melalui tahapan-tahapan tertentu. Pada setiap tahap memiliki ciri-ciri khusus yang berbeda dengan ciri-ciri pada tahap-tahap yang lain.
2.      Pendekatan diferensial. Pendekatan ini dipandang individu-individu itu memiliki kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan. Atas dasar ini lalu orang-orang membuat kelompok–kelompok. Anak-anak yang memiliki kesamaan dijadikan satu kelompok. Maka terjadilah kelompok berdasarkan jenis kelamin, kemampuan intelek, bakat, ras, status sosial ekonomi, dan sebagainya.
3.      Pendekatan ipsatif. Pendekatan ini berusaha melihat karakteristik setiap individu, dapat saja disebut sebagai pendekatan individual. Melihat perkembangan seseorang secara individual.
Dari ketiga pendekatan ini, yang paling dilaksanakan adalah pendekatan pentahapan. Pendekatan pentahapan ada 2 macam yaitu bersifat menyeluruh dan yang bersifat khusus. Yang menyeluruh akan mencakup segala aspek perkembangan sebagai faktor yang diperhitungkan dalam menyusun tahap-tahap perkembangan, sedangkan yang bersifat khusus hanya mempertimbang faktor tertentu saja sebagai dasar menyusun tahap-tahap perkembangan anak, misalnya pentahapan Piaget, Koglberg, dan Erikson.
Psikologi perkembangan menurut Rouseau membagi masa perkembangan anak atas empat tahap yaitu :
1)      Masa bayi dari 0 – 2 tahun sebagian besar merupakan perkembangan fisik.
2)      Masa anak dari 2 – 12 tahun yang dinyatakan perkembangannya baru seperti  hidup manusia primitif.
3)      Masa pubertas dari 12 – 15 tahun, ditandai dengan perkembangan pikiran dan kemauan untuk berpetualang.
4)      Masa adolesen dari 15 – 25 tahun, pertumbuhan seksual menonjol, sosial, kata hati, dan moral. Remaja ini sudah mulai belajar berbudaya.
2.3.2  Psikologi Belajar
Dikalangan ahli psikologi terdapat keragaman dalam cara menjelaskan dan mendefinisikan makna belajar (learning). Namun, baik secara eksplisit maupun secara implisit pada akhirnya terdapat kesamaan maknanya, ialah bahwa definisi manapun konsep belajar itu selalu menunjukkan kepada suatu proses perubahan prilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu (Hilgard, 1948:4; Whiterington, 1952:163; Sartain, 1958:299; Crow and Crow, 1956:225; Sniker, 1958:199; Lidgren, 1960:94; Morgan, 1961:187; Di Vesta and Tompson, 1970:111; Gage and Berliner, 1975:86; and Lefrancois, 1975:356).
Menurut Pidarta (2007:206) belajar adalah perubahan perilaku yang relatif permanen sebagai hasil pengalaman (bukan hasil perkembangan, pengaruh obat atau kecelakaan) dan bisa melaksanakannya pada pengetahuan lain serta mampu mengomunikasikannya kepada orang lain.
Secara psikologis, belajar dapat didefinisikan sebagai “suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara sadar dari hasil interaksinya dengan lingkungan” (Slameto, 1991:2). Definisi ini menyiratkan dua makna. Pertama, bahwa belajar merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu yaitu untuk mendapatkan perubahan tingkah laku. Kedua, perubahan tingkah laku yang terjadi harus secara sadar.
Dari pengertian belajar di atas, maka kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku itu dipandang sebagai Proses belajar, sedangkan perubahan tingkah laku itu sendiri dipandang  sebagai Hasil belajar. Hal ini berarti, belajar pada hakikatnya menyangkut dua hal yaitu  proses belajar dan hasil belajar.
Para ahli psikologi cenderung untuk menggunakan pola-pola  tingkah laku manusia sebagai suatu model yang menjadi prinsip-prinsip belajar. Prinsip-prinsip belajar ini selanjutnya lazim disebut dengan Teori Belajar.
1.       Teori belajar klasik masih tetap dapat dimanfaatkan, antara lain untuk menghapal perkalian dan melatih soal-soal (Disiplin Mental). Teori Naturalis bisa dipakai dalam pendidikan luar sekolah terutama pendidikan seumur hidup.
2.       Teori belajar behaviorisme bermanfaat dalam mengembangkan perilaku-perilaku nyata, seperti rajin, mendapat skor tinggi, tidak berkelahi dan sebagainya.
3.       Teori-teori belajar kognisi berguna dalam mempelajari materi-materi yang rumit yang membutuhkan pemahaman, untuk memecahkan masalah dan untuk mengembangkan ide (Pidarta, 2007:218).
2.3.3  Psikologi Sosial
Menurut Hollander (1981) psikologi sosial adalah psikologi yang mempelajari psikologi seseorang di masyarakat, yang mengkombinasikan  ciri-ciri psikologi dengan ilmu sosial untuk mempelajari pengaruh masyarakat terhadap individu dan antar individu (dikutip Pidarta, 2007:219).
Pembentukan kesan pertama terhadap orang lain memilki tiga kunci utama yaitu.
1.       Kepribadian orang itu. Mungkin kita pernah mendengar tentang orang itu sebelumnya atau cerita-cerita yang mirip dengan orang itu, terutama tentang kepribadiannya.
2.       Perilaku orang itu. Ketika melihat perilaku orang itu setelah berhadapan, maka hubungkan dengan cerita-cerita yang pernah didengar.
3.       Latar belakang situasi. Kedua data di atas  kemudian dikaitkan dengan situasi pada waktu itu, maka dari kombinasi ketiga data itu akan keluarlah kesan pertama tentang orang itu.
Dalam dunia pendidikan, kesan pertama yang positif yang dibangkitkan pendidik akan memberikan kemauan dan semangat belajar anak-anak. Motivasi juga merupakan aspek psikologis sosial, sebab tanpa motivasi tertentu seseorang sulit untuk bersosialisasi dalam masyarakat. Sehubungan dengan itu, pendidik punya kewajiban untuk menggali motivasi anak-anak agar muncul, sehingga mereka dengan senang hati belajar di sekolah.
Menurut Klinger (dikutip Pidarta, 2007:222) faktor-faktor yang menentukan motivasi belajar adalah.
1.       Minat dan kebutuhan individu.
2.       Persepsi kesulitan akan tugas-tugas.
3.      Harapan sukses.

2.4  Pentingnya landasan Psikologi dalam Pendidikan
Landasan psikologi   pendidikan merupakan salah satu landasan yang penting dalam pelaksanaan pendidikan karena keberhasilan pendidik dalam menjalankan tugasnya sangat dipengaruhi oleh pemahamannya tentang peserta didik. Oleh karena itu pendidik harus mengetahui apa yang harus dilakukan kepada peserta didik dalam setiap tahap perkembangan yang berbeda dari bayi hingga dewasa
Keadaan anak yang tadinya belum dewasa hingga menjadi dewasa berarti mengalami perubahan,karena dibimbing, dan kegiatan bimbingan merupakan usaha atau kegiatan berinteraksi antara pendidik,anak didik dan lingkungan. Perubahan tersebut adalah merupakan gejala yang timbul secara psikologis. Di dalam hubungan inilah kiranya pendidik harus mampu memahami perubahan yang terjadi pada diri individu, baik perkembangan maupun pertumbuhannya. Atas dasar itu pula pendidik perlu memahami landasan pendidikan dari sudut psikologis.
Dengan demikian, psikologi adalah salah satu landasan pokok dari pendidikan. Antara psikologi dengan pendidikan merupakan satu kesatuan yang sangat sulit dipisahkan. Subyek dan obyek pendidikan adalah manusia, sedangkan psikologi menelaah gejala-gejala psikologis dari manusia. Dengan demikian keduanya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Dalam proses dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pendidikan peranan psikologi menjadi sangat mutlak. Analisis psikologi akan membantu para pendidik memahami struktur psikologis anak didik dan kegiatan-kegiatannya, sehingga kita dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan pendidikan secara efektif.
Lumsdaine (dalam Miarso, 2009: 111) berpendapat bahwa ilmu perilaku, khususnya teori belajar, merupakan ilmu yang utama untuk mengembangkan teknologi pembelajaran. Bahkan Deterline (dalam Miarso, 2009: 111) menyatakan bahwa teknologi pembelajaran merupakan aplikasi teknologi perilaku yaitu untuk menghasilkan perilaku tertentu secara sistematik guna keperluan pembelajaran.
Tujuan perilaku perlu ditetapkan terlebih dahulu sebelum mengembangkan pembelajaran agar dapat dijadikan bukti bahwa seseorang telah belajar. Tujuan perilaku ini merupakan ciri yang harus ada dalam setiap model pengembangan pembelajaran yang merupakan salah satu bentuk konsepsi teknologi pendidikan.
Pada akhir abad ke-19 ada dua aliran psikologi belajaryang sangat menonjol, yakni aliran behavioristik dan aliran kognitif atau teori komprehensif. Kedua aliran tersebut besar sekali pengaruhnya terhadap teori pengajaran. Bahkan bias dikatakan hampir semua pengajaran yang dilaksanakan saat ini dihasilkan dari kedua aliran psikologi belajar tersebut (Sudjana, 2008: 36)
Ada tiga teori belajar aliran behavioristik yang paling terkenal, yaitu :
1)      Teori koneksionisme (E. L. Thorndike)
Thorndike pada tahun 1901 dengan teori psikologi perkembangannya merupakan landasan pertama ke arah teknologi pembelajaran yang menyatakan tiga dalil utama :
a)      Dalil latihan dan ulangan: makin sering diulang respons yang berasal dari stimulus tertentu, makin besar kemungkinan dicamkan.
b)      Dalil akibat: menyatakan prinsip hubungan senang tidak senang. Respons akan diperkuat bilamana diikuti oleh rasa senang, dan akan diperlemah bila diikuti rasa tidak senang.
c)      Dalil kesiapan: karena perkembangan sistem syaraf maka unit perilaku tertentu akan lebih mudah dilakukan, dibandingkan dengan unit perilaku lain.
Menurut Saettler, kontribusi Thorndike dalam teknologi pembelajaran adalah dengan rumusannya tentang pinsip-prinsip, yaitu: aktivitas diri, minat atau motivasi, kesiapan mental, individualisasi, dan sosialisasi.
Prinsip yang dikemukakan oleh Thorndike ini memang masih banyak dianut hingga kini, terutama dalam menentukan strategi belajar dan merancang produk pembelajaran.

2)      Teori kondisioning klasikal (Ivan Pavlov)
Teori kondisioning klasikal berpendapat bahwa tingkah laku dibentuk melalui pengaturan dan manipulasi stimulus dalam lingkungan. Proses pembentukan tingkah laku tersebut disebut proses pengkondisian. Dalam teori kondisioning klasikal, memberikan pancingan dan dorongan stimulus belajar merupakan factor penting agar dapat menimbulkan respons sehingga terjadi proses perubahan tingkah laku.

3)      Teori kondisioning operan (B. F. Skinner)
Seperti halnya kelompok penganut psikologi modern, Skinner mengadakan pendekatan behavioristik untuk menerangkan tingkah laku. B.F. Skinner berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh behavioris dengan pendekatan model instruksi langsung dan meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning. Di mana seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan relatif besar. Dalam beberapa hal, pelaksanaannya jauh lebih fleksibel daripada conditioning klasik. Gaya mengajar guru dilakukan dengan beberapa pengantar dari guru secara searah dan dikontrol guru melalui pengulangan dan latihan.
Menajemen Kelas menurut Skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yanag tidak tepat. Operant Conditioning adalah suatu proses perilaku operant ( penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan (http://trimanjuniarso.files.wordpress.com/2008/02/teori-belajar-  behavioristik.doc)
Berdasarkan berbagai percobaannya pada tikus dan burung merpati Skinner mengatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Bentuk bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Bentuk bentuk penguatan negatif antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang.

2.5  Implikasi landasan Psikologi dalam Pendidikan
2.5.1  Definisi dan prinsip perkembangan
Perkembangan adalah proses terjadinya perubahan pada manusia baik secara fisik maupun secara mental sejak berada di dalam kandungan sampai manusia tersebut meninggal. Proses perkembangan pada manusia terjadi dikarenakan manusia mengalami kematangan dan proses belajar dari waktu ke waktu.
Kematangan adalah perubahan yang terjadi pada individu dikarenakan adanya pertumbuhan fisik dan biologis, misalnya seorang anak yang beranjak dewasa akan mengalami perubahan fisik dan mentalnya. Sedangkan belajar adalah proses yang berkesinambungan dari sebuah pengalaman yang akan membuat individu berubah dari tidak tahu menjadi tahu ( kognitif ), dari tidak mau menjadi mau (afektif ) dan dari tidak bisa menjadi bisa (psikomotorik), misalnya seorang anak yang belajar mengendarai sepeda akan terlebih dahulu diberi pengarahan oleh orang tuanya lalu anak tersebut mencoba untuk mengendarai sepeda hingga menjadi bisa.
Proses kematangan dan belajar akan sangat menentukan kesiapan belajar pada seseorang, misalnya seseorang yang proses kematangan dan belajarnya baik akan memiliki kesiapan belajar yang jauh lebih baik dengan seseorang yang proses kematangan dan belajarnya buruk.
Manusia dalam perkembangannya mengalami perubahan dalam berbagai aspek yang ada pada manusia dan aspek-aspek tersebut saling berhubungan dan berkaitan. Aspek-aspek dalam perkembangan tersebut diantaranya adalah aspek fisik, mental, emosional, dan sosial
Semua manusia pasti akan mengalami perkembangan dengan tingkat perkembangan yang berbeda, ada yang berkembang dengan cepat dan ada pula yang berkembang dengan lambat. Namun demikian dalam proses perkembangan terdapat nilai-nilai universal yang dimiliki oleh semua orang yaitu prinsip perkembangan.
Prinsip perkembangan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
·         Perkembangan terjadi terus menerus hingga manusia meninggal dunia.
·         Kecepatan perkembangan setiap individu berbeda-beda.
·         Semua aspek perkembangan saling berkaitan dan berhubungan satu sama lainnya.
·         Arah perkembangan individu dapat diprediksi.
·         Perkembangan terjadi secara bertahap dan tiap tahapan mempunyai karakteristik tertentu.
2.5.2  Pengaruh Hereditas dan Lingkungan Terhadap Perkembangan Individu
1)      Nativisme
Teori nativisme adalah teori yang berasumsi bahwa setiap individu dilahirkan kedunia dengan membawa faktor-faktor turunan dari orang tuanya dan faktor tersebut yang menjadi faktor penentu perkembangan individu.
Tokoh teori ini adalah Schoupenhauer dan Arnold Gessel, implikasi teori nativisme terhadap pendidikan yaitu kurang memberikan kemungkinan bagi pendidik untuk mengubah kepribadian peserta didik.
2)      Empiris
Teori empiris adalah teori yang berasumsi bahwa setiap individu yang terlahir ke dunia adalah dalam kaeadaan bersih sedangkan faktor penentu perkembangan individu tersebut adalah lingkungan dan pengalaman.
Tokoh teori ini adalah John Lock dan J.B. Watson
Implikasinya teori empirisme terhadap pendidikan yaitu dapat memberikan kemungkinan sepenuhnya bagi pendidik untuk dapat membentuk kepribadian peserta didik.
3)      Konvergensi
Teori konvergensi adalah teori yang berasumsi bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor keturunan dan faktor lingkungan serta pengalaman, atau dengan kata lain teori ini adalah gabungan dari teori empiris dan teori konvergensi.
Tokoh teori ini adalah Wiliam Stern dan Robert J Havighurst.
Implikasi teori konvergensi terhadap pendidikan yaitu dapat memberikan kemungkinan kepada pendidik untuk membentuk kepribadian individu sesuai yang diharapkan akan tetapi tetap memperhatikan faktor-faktor hereditas yang ada pada individu.
2.5.3  Tahapan dan Tugas Perkembangan Serta Implikasinya Terhadap Perlakuan Pendidik
Asumsi bahwa anak adalah orang dewasa dalam skala kecil (anak adalah orang dewasa mini) telah ditinggalkan orang sejak lama, sebagaimana kita maklumi bahwa masa anak-anak adalah suatu tahap yang berbeda dengan orang dewasa. Anak menjadi dewasa melalui suatu proses pertumbuhan bertahap mengenai keadaan fisik, social, emosional, moral dan mentalnya. Seraya mereka berkembang, mereka mempunyai cara-cara memahami bereaksi, dan mempresepsi yang sesuai dengan usianya. Inilah yang oleh ahli psikologi disebut tahap perkembangan. Robert Havighurst (dalam http :// www.idonbiu.com/ 2009/ 04 / teori-perkembangan-kognitif-piaget.html) membagi perkembangan individu menjadi 4 tahap, yaitu masa bayi dan masa kanak-kanak kecil (0-6 tahun), masa kanak-kanak (6-12 tahun), masa remaja atau adolesen (12-18 tahun), dan masa dewasa (18- …tahun), selain itu Havighurst mendeskripsikan tugas-tugas perkembangan (development task) yang harus diselesaikan pada setiap tahap perkembangan sebagai berikut :
(1)   Tugas perkembangan Masa Bayi dan Kanak-kanak kecil (0-6 tahun)
a. Belajar berjalan
b. Belajar makan makanan yang padat
c. Belajar berbicara/berkata-kata
d. Belajar mengontrol pembuangan kotoran tubuh
e. Belajar tentang perbedaan kelamin dan kesopanan / kelakuan yang sesuai dengan jenis kelaminnya
f. Mencapai stabilitas fisiologis / jasmaniah
g. Pembentukan konsep sederhana tentang kenyataan social dan kenyataan fisik
h. Belajar berhubungan diri secara emosional dengan orang tua, saudara dan orang lain
i. Belajar membedakan yang benar dan yang salah dan pengembangan kesadaran diri / kata hati.
(2)   Tugas perkembangan masa kanak-kanak ( 6-12 tahun ):
a. Belajar keterampilan fisik yang perlu untuk permainan sehari-hari
b. Pembentukan kesatuan sikap terhadap dirinya sebagai suatu organisme yang tumbuh
c. Belajar bermain dengan teman-teman lainnya
d. Belajar memahami peranan-peranan kepriaan dan kewanitaan
e. Pengembangan kemahiran dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung
f. Pengembangan konsep-konsep yang perlu untuk kehidupan sehari-hari
g. Pengembangan kesadaran diri moralitas, dan suatu skala nilai-nilai
h. Pengembangan kebebasan pribadi
i. Pengembangan sikap-sikap terhadap kelompok sosial dan lembaga
(3)   Tugas perkembangan masa Remaja / Adolesen ( 12-18 ):
a. Mencapai peranan sosial dan hubungan yang lebih matang sebagai laki-laki / perempuan serta kebebasan emosional orang tua
b. Memperoleh jaminan kebebasan ekonomi dengan memilih dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan
c. Mempersiapkan diri untuk keluarga
d. Mengembangkan kecakapan intelektual serta tingkah laku yang bertanggung jawab dalam masyarakat.
(4)   Tugas perkembangan pada masa Dewasa ( 18 - ….)
·         Masa dewasa awal :
a. Memilih pasangan hidup dan belajar hidup bersama
b. Memulai berkeluarga
c. Mulai menduduki suatu jabatan / pekerjaan.
·         Masa dewasa tengah umur :
a. Mencapai tanggung jawab sosial dan warga Negara yang dewasa
b. Membantu anak belasan tahun menjadi dewasa
c. Menghubungkan diri sendiri kepada suami/isteri sebagai suatu pribadi
d. Menyesuaikan diri kepada orang tua yang semakin tua.
·         Tugas perkembangan Usia Lanjut :
a. Menyesuaikan diri pada kekuatan dan kesehatan jasmani
b. Menyesuaikan diri pada saat pensiun dan pendapatan yang semakin berkurang
c. Menyesuaikan diri terhadap kematian, terutama banyak beribadah
Dari uraian di atas, seorang pendidik dalam proses pembelajarannya harus memperhatikan tugas perkembangan pada setiap masa perkembangan anak. Dimulai dari perencanaan pembalajaran yang akan dilaksanakan sampai dengan penilaian akhir serta evaluasi pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari pemahaman akan tugas perkembangan peserta didik pada setiap masa perkembangannya.
2.5.4  Implikasi Perkembangan Individu terhadap perlakuan Pendidik (Orang Dewasa) yang diharapkan
Sebagaimana dikemukakan Yelon dan Weinstei (dalam http ://www.idonbiu.com/ 2009/ 04 / teori-perkembangan-kognitif-piaget.html), implikasi perkembangan individu terhadap perlakuan pendidik ( orang dewasa ) yang diharapkan dalam rangka membantu menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya adalah sebagai berikut :
(1)   Perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada masa kanak-kanak kecil :
a. Menyelenggarakan disiplin secara lemah lembut secara konsisten
b. Menjaga keselamatan tanpa perlindungan yang berlebihan
c. Bercakap-cakap dan memberikan respon terhadap perkataan peserta didik
d. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk aktif dan bereksplorasi
e. Menghargai hal-hal yang dapat dikerjakan peserta didik.
(2)   Perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada masa prasekolah :
a. Memberikan tanggung jawab dan kebebasan kepada peserta didik secara berangsur-angsur dan terus menerus
b. Latihan harus ditekankan pada koordinasi: kecepatan, mengarahkan keseimbangan dsb.
c. Menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peserta didik
d. Menyediakan benda-benda untuk diekplorasi
e. Memberikan kesempatan untuk berinteraksi ssosial dan kerja kelompok kecil
f. Menggunakan program aktif, seperti ; bernyanyi dengan bergerak, dll.
g. Memperbanyak aktivitas berbahasa seperti bercerita, mengklasifikasikan, diskusi masalah, dan membuat aturan-aturan.
(3)   Perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada masa kanak-kanak :
a. Menerima kebutuhan-kebutuhan akan kebebasan anak; dan menambah tanggung jawab anak.
b. Mendorong pertemanan dengan menggunakan projek-projek dan permainan kelompok
c. Membangkitkan rasa ingin tahu
d. Secara konsisten mengupayakan disiplin yang tegas dan dapat dipahami
e. Menghadapkan anak pada gagasan-gagasan dan pandangan-pandangan baru
f. Bersama-sama menciptakan aturan dan kejujuran.
(4)   Perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada masa remaja awal :
a. Memberikan kesempatan berolahraga secara tim dan perorangan, tetapi tidak mengutamakan tenaga fisik yang besar.
b. Menerima makin dewasanya peserta didik
c. Memberikan tanggung jawab secara berangsur-angsur
d. Mendorong kebebasan dan tanggung jawab.
(5)   Perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada masa remaja akhir :
a. Menghargai pandangan-pandangan pessrta didik
b. Menerima kematangan peserta didik
c. Memberikan kesempatan luas kepada peserta didik untuk berolahraga dan bekerja secara cermat
d. Memberikan kesempatan yang luas untuk pendidikan karir
e. Menggunakan kerjasama kelompok untuk memecahkan masalah
f. Bekreasi bersama dan bersama-sama menegakan berbagai aturan.













BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemahaman peserta didik yang berkaitan dengan aspek kejiwaan merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu, hasil kajian dan penemuan psiologis sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan. Misalnya pengetahuan tentang aspek-aspek pribadi, urutan dan ciri-ciri pertumbuhan setiap aspek, dan konsep tentang cara-cara paling tepat untuk mengembangkannya. Untuk itu psikologi menyediakan sejumlah informasi tentang kehidupan pribadi manusia pada umumnya serta berkaitan dengan aspek pribadi. Individu memiliki bakat, kemampuan, minat, kekuatan serta tempo, dan irama perkembangan yang berbeda satu dengan yang lain.
Sebagai implikasinya pendidik tidak mungkin memperlakukan sama kepada setiap peserta didik, sekalipun mereka mungkin memiliki beberapa persamaan.
Dengan demikian Landasan psikologis pendidikan merupakan salah satu landasan yang penting dalam pelaksanan pendidikan karena keberhasilan pendidik dalam menjalankan tugasnya sangat dipengaruhi oleh pemahamannya tentang peserta didik. Oleh karena itu pendidik harus mengetahui apa yang harus dilakukan kepada peserta didik dalam setiap tahap perkembangan yang berbeda mulai dari bayi hingga dewasa
3.2 Kritik dan Saran
Sekilas uraian tentang Landasan Psikologi dalam pendidikan, tentunya penulis banyak melakukan kesalahan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami perlukan demi pembuatan makalah yang lebih baik. Semoga makalah ini bisa bermanfaat dan dapat  dijadikan sebagai penambah wacana bagi para pembaca. Aamiin.




DAFTAR PUSTAKA
Pidarta, Made. Landasan Kependidikan, Rineka Cipta : Jakarta, 2009
Makmun, Abin S. Psikologi Kependidikan, Rosda : Bandung, 2007
http://www.artikelbagus.com/2012/11/pengertian-pendidikan.html#ixzz3GgEpeQVB
http://ineusintiawati.blogspot.com/2012/03/pengertian-landasan.html
http://imroatulislamiya41.wordpress.com/2013/05/16/landasan-psikologi-pendidikan/
http://arerariena.wordpress.com/2011/03/09/landasan-psikologi-pendidikan/
http://zakiacuteharrier.blogspot.com/2012/01/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
Facebook: Materi Kuliah 18 September 2012
http://hepimakassar.wordpress.com/2011/11/07/landasan-psikologi-dalam-pendidikan/

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tata tertib meninggalkan jejak sobat di Blog ini :
1. Gunakan kata yang bijak dan sopan.
2. Berkomentar sesuai artikel/postingan.
3. Dilarang keras memasukkan segala bentuk link dalam komentar, karena itu dianggap SPAM.