BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Psikologi pendidikan adalah studi ilmiah tentang perilaku
dan proses mental. Psikologi pendidikan merupakan cabang ilmu psikologi
yang mengkhususkan diri pada cara memahami pengajaran dan pembelajaran dalam
lingkungan pendidikan. Psikologi pendidikan adalah bidang yang sangat luas
sehingga dibutuhkan satu buah bahasan tersendiri untuk menjelaskannya.
Berpangkal pada kenyataan bahwa kepribadian manusia itu sangat bermacam-macam
sekali, mungkin sama banyaknya dengan banyaknya orang, segolongan ahli berusaha
menggolong-golongkan manusia ke dalam tipe-tipe tertentu, karena mereka
berpendapat bahwa cara itulah paling efektif untuk mengenal sesama manusia
dengan baik. Pada sisi lain, sekelompok ahli berpendapat, bahwa cara bekerja
seperti dikemukakan di atas itu tidak memenuhi tujuan psikologi kepribadian,
yaitu mengenal sesama manusia menurut apa adanya, menurut sifat-sifatnya yang
khas, karena dengan penggolongan ke dalam tipe-tipe itu orang justru
menyembunyikan kekhususan sifat-sifat seseorang.
Pada
hakikatnya inti persoalan psikologi pendidikan adalah bagaimana perlakuan
terhadap anak didik, yang secara psikologis pelakuan tersebut harus selaras
dengan keadaan peserta didik. Pentingnya psikologi pendidikan diberikan kepada
mahasiswa calon guru sebagai upaya melengkapi khasanah keprofesionalannya dalam
melaksanakan profesi sebagai pendidik. Bahwa dalam melaksanakan tugasnya
sebagai pendidik perlu memahami karakter dan tingkat perkembangan peserta
didiknya (perkembangan pisik maupun non pisik) untuk memudahkan proses
pembelajaran kepada siswanya. Karena anak di usia sekolah masih berada
pada tahap pertumbuhan dan perkembangan, kedua-duanya tersebut
dominan, sehingga perlu mendapatkan pengarahkan dan perlakuan yang
tepat. Dalam sekelompok siswa/kelas memiliki keragaman, baik secara
sosial maupun secara individu. Dengan pemahaman terhadap ilmu psikologi
khususnya psikologi pendidikan dapat membantu calon guru/guru untuk memberikan
perlakuan yang tepat terhadap kecerdasan, bakat, minat dan kepribadian yang
dimiliki oleh peserta didik, sehingga ia mampu tumbuh dan berkembang dengan
baik dan berkeseimbangan (jasmani dan rohani termasuk seimbangnya antara
aktivitas belahan otak kanan dan kiri).
1.2 Rumusan Masalah
1)
Bagaimana pendapat para ahli tentang
teori psikologi?
2)
Apa pengertian landasan psikologi dalam
pendidikan?
3)
Apa saja bentuk psikologi dalam
pendidikan?
4)
Bagaimana pentingnya landasan psikologi
dalam pendidikan?
5)
Bagaimana implikasinya landasan
psikologi dalam pendidikan?
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah
diatas penulis dapat mengambil tujuan :
1)
Untuk mengetahui pendapat para ahli
tentang teori psikologi.
2)
Untuk mengetahui pengertian landasan
psikologi dalam pendidikan.
3)
Untuk mengetahui bentuk-bentuk psikologi
dalam pendidikan.
4)
Untuk mengetahui pentingnya landasan
psikologi dalam pendidikan.
5)
Untuk mengetahui implikasi landasan
psikologi dalam pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori Psikologi menurut para ahli
2.1.1 Aliran psikologi tingkah laku
A.
Teori Pengaitan dari
Edward L. Thorndike
Berdasarkan hasil percobaannnya di
Laboratorium yang menggunakan beberapa jenis hewan, ia mengemukakan suatu teori
belajar yang dikenal dengan teori “pengaitan” (connectionism). Teori tersebut
menyatakan belajar pada hewan dan manusia pada dasarnya berlangsung menurut
prinsip yang sama yaitu, belajar merupakan peristiwa terbentuknya ikatan
(asosiasi) antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon
(R) yang diberikan atas stimulus tersebut. (Orton, 1991:39;
Resnick dan Ford, 1981:13).
Selanjutnya Thorndike (dalam Orton, 1991:39-40; Resnick dan Ford, 1981:13;
Hudojo, 1991:15-16) mengemukakan bahwa, terjadinya asosiasi antara stimulus dan
respon ini mengikuti hukum-hukum berikut: Hukum Kesiapan (law of readiness), Hukum
Latihan (law of exercise), dan Hukum Akibat (law of effect).
B.
Teori Penguatan B.F. Skinner
Skinner mengembangkan teori belajarnya juga dari hasil
percobaan dengan menggunakan hewan. Dari percobaannya, Skinner menyimpulkan
bahwa kita dapat membentuk tingkah laku manusia melalui pengaturan kondisi
lingkungan (operant conditioning) dan penguatan.
Skinner
membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif dan penguatan
negative. Penguatan positif sebagai stimulus, apabila penyajiannya mengiringi
suatu tingkah laku siswa yang cenderung dapat meningkatkan terjadinya
pengulangan tingkah laku itu, dalam hal ini berarti tingkah laku tersebut
diperkuat. Sedangkan penguatan negatif adalah stimulus yang dihilangkan/dihapuskan
karena cenderung menguatkan tingkah laku.
C.
Teori Hirarki Belajar dari
Robert M. Gagne
Menurut
Orton (1990:39), Gagne merupakan tokoh Behaviorism gaya baru (modern
neobehaviourist). Dalam mengembangkan teorinya, Gagne memperhatikan objek-objek
dalam mempelajari matematika yang terdiri dari objek langsung dan tidak langsung.
Objek langsung adalah: fakta, keterampilan, konsep dan prinsip, sedangkan objek
tak langsung adalah: transfer belajar, kemampuan menyelidiki, kemampuan
memecahkan masalah, disiplin diri, dan bersikap positif terhadap matematika.
Gagne berpandangan bahwa belajar
merupakan perubahan tingkah laku yang kegiatan belajarnya mengikuti suatu
hirarki kemampuan yang dapat diobservasi dan diukur. Oleh karena itu teori
belajar yang dikemukakan oleh Gagne dikenal dengan “ teori hirarki belajar”
Gagne membagi belajar dalam delapan tipe secara berurutan,
yaitu: belajar sinyal (isyarat), stimulus-respon, rangkaian gerak, rangkaian
verbal, memperbedakan, pembentukan konsep, dan pemecahan masalah. Gagne
berpendapat bahwa proses belajar pada setiap tipe belajar tersebut terjadi
dalam empat tahap secara berurutan yaitu tahap: pemahaman, penguasaan, ingatan,
dan pengungkapan kembali.
Untuk menerapkan teori hirarki belajar Gagne ini pada
pembelajaran matematika perlu diterjemahkan secara operasional yaitu: (1) untuk
mengajarkan suatu topic matematika guru perlu: (a) memperhatikan kemampuan
prasyarat yang diperlukan untuk mempelajari topic tersebut, (b) menyusun dan
mendaftar langkah-langkah kegiatan belajar serta membedakan karakteristik
belajar yang tersusun secara hirarkis yang dapat didemonstrasikan oleh peserta
didik sehingga guru dapat mengamati dan mengukurnya. (2) guru dapat
memilih tipe belajar tertentu yang dianggap sesuai untuk belajar topic
matematika yang akan diajarkan.
Perkembangan kemampuan belajar menurut Gagne (McNeil,1977)
1.
Multideskriminasi, yaitu belajar membedakan stimuli
yang mirip, misalnya huruf b dan d.
2. Belajar
konsep, yaitu belajar membuat respon sederhana, seperti huruf hidup, hurup
mati, dsb.
3. Belajar
Prinsip, yaitu mempelajari prinsip-prinsip atau aturan-aturan konsep.
2.1.2 Aliran
psikologi kognitif
A.
Teori Perkembangan
Intelektual Jean Piaget
Piaget adalah ahli psikologi Swiss
yang latar belakang pendidikan formalnya adalah falsafah dan biologi.
Piaget mengemukakan Teori Perkembangan Intelektual (kognitif)
Menurut Piaget ada empat tingkat perkembangan Intelektual. (Mulyani 1988,
Nana Syaodih, 1988, dan Callahan, 1983):
1.
Periode Sensorimotor pada umur 0 – 2
tahun
Kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak reflex.
Reaksi intelektual hampir seluruhnya karena rangsangan langsung dari alat-alat
indra. Punya kebiasaan memukul-mukul dan bermain-main dengan permainannya.
Mulai dapat menyebutkan nama-nama objek tertentu.
2.
Periode Praoperasional pada umur 2 – 7 tahun
Perkembangan Bahasa anak ini sangat pesat. Peranan
intuisi dalam memutuskan sesuatu masih besar, menyimpulkan hanya berdasarkan
sebagian kecil yang diketahui. Analisis rasional belum berjalan.
3.
Periode operasi konkret pada umur 7 – 11
tahun
Mereka sudah bias berfikir logis, sistematis dan
memecahkan masalah yang bersifat konkret. Mereka sudah mampu mengerjakan
penambahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.
4.
Periode operasi formal pada umur 11 – 15 tahun
Anak-anak ini sudah dapat berpikir logis terhadap
masalah baik yang konkret maupun yang abstrak. Dapat membentuk ide-ide dan masa
depannya secara realistis.
B.
Teori Belajar dari Jerome
Bruner
Perkembangan mental anak menurut Bruner (Toeti Soekamto, 1994)
ada tiga tahap, yaitu:
1.
Tahap Enaktif, anak
melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya memahami lingkungan.
2.
Tahap Ikonik, anak
memahami dunia melalui gambaran-gambaran dan
visualisasi verbal.
3.
Tahap simbolik, anak telah
memiliki gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi oleh bahasa dan logika.
Berdasarkan hasil observasi dan
eksperimennya mengenai kegiatan belajar-mengajar matematika Bruner merumuskan
empat teori umum tentang belajar matematika yaitu:
1. Teorema
penyusunan (contruction theorem)
2.
Teorema pelambangan (notation theorem)
3.
Teorema pembedaan dan keaneka ragaman ( contrast and
variation theorem)
4.
Teorema pengaitan (connectivity theorem)
Teori-teori
Psikologi telah banyak membantu membentuk Landasan Pendidikan didalamnya anak
dapat belajar dengan efektif. Landasan
psikologis sangat penting karena manusia memiliki karakter yang berbeda-beda,
sehinggap membutuhkan teori yang berbeda-beda untuk diaplikasikan dalam
kasus-kasus pendidikan. Mengingat
dekatnya hubungan teori-teori tersebut dengan pendidikan, maka guru-guru modern
patut mempelajarinya dan mengaplikasikannya dalam kelas.
2.2
Pengertian
Landasan Psikologi dalam Pendidikan
2.2.1
Pengertian landasan
Landasan adalah dasar tempat
berpijak atau tempat di mulainya suatu perbuatan. Dalam bahasa Inggris,
landasan disebut dengan istilah foundation, yang dalam bahasa Indonesia menjadi fondasi. Fondasi merupakan bagian
terpenting untuk mengawali sesuatu.
Adapun menurut S. Wojowasito, (1972: 161), bahwa landasan dapat diartikan
sebagai alas, ataupun dapat diartikan sebagai fondasi, dasar, pedoman dan
sumber.
Istilah lain yang hampir sama
(identik) dengan kata landasan adalah kata dasar (basic). Kata dasar adalah
awal, permulaan atau titik tolak segala sesuatu. Pengertian dasar, sebenarnya
lebih dekat pada referensi pokok (basic
reference) dari pengembangan sesuatu. Jadi, kata dasar lebih luas pengertian
dari kata fondasi atau landasan. Karena itu, kata fondasi atau landasan dengan
kata dasar (basic reference) merupakan dua hal yang berbeda wujudnya, tetapi
sangat erat hubungannya (Sanusi Uwes, 2001: 8). Maka, setiap ilmu yang
berhubungan dan berkenaan dengan pelaksanaan pendidikan, merupakan hasil dari
pemikiran tentang alam atau manusia. Oleh karenanya, ilmu-ilmu itu dapat
dikatakan sebagai fondasi atau dasar pendidikan (Sunasi Uwes, 2001: 8)
Jadi, dilihat dari pengertian di
atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa landasan adalah fondasi atau dasar tempat berpijaknya sesuatu.
2.2.2
Pengertian Psikologi
Istilah psikologis berasal dari
bahasa Yunani, yaitu dari kata psyche berarti jiwa, dan logos yang
berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa, atau ilmu yang
mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan. Dengan dasar ini maka psikologi
dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu
dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Menurut Pidarta (2007:194) Psikologi
atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa itu sendiri
adalah roh dalam keadaan mengendalikan jasmani, yang dapat dipengaruhi oleh
alam sekitar. Jiwa manusia berkembang sejajar dengan pertumbuhan jasmani.
Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia, sehingga landasan
psikologis pendidikan merupakan suatu landasan dalam proses pendidikan yang
membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada umumnya serta
gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan
usia perkembangan tertentu untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan
tahapan usia perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan
Psikologi atau ilmu jiwa yang
mempelajari jiwa manusia terkait dengan tingkah laku manusia. Jiwa itu sendiri
adalah roh dalam keadaan mengandalkan jasmani, yang dapat dipengaruhi alam
sekitar. Karena itu jiwa atau psikis dapat dikatakan inti dari kendali
kehidupan manusia, yang berada dan melekat dalam manusisa itu sendiri.
Pada umumnya para ilmuwan membagi psikologi menjadi 2
golongan, yaitu:
1.
Psikologi
metafisika, yang menyelidiki hakikat jiwa seperti yang dilakukan oleh
Plato dan Ariestoteles
2.
Psikologi
Empiris, yang menyelidiki gejala-gejala kejiwaan dan tingkah laku manusia
dengan menggunakan pengamatan atau observasi, percobaan atau eksperimen dan
pengumpulan berbagai macam data yang ada hubungannya dengan gejala-gejala
kejiwaan manusia.
Dalam perkembangan jiwa dan jasmani
inilah seyogyanya anak-anak belajar sebab pada masa ini mereka peka untuk
belajar, punya waktu yang banyak untuk belajar. Masa belajar ini
bertingkat-tingkat sejalan dengan fase-fase perkembangan mereka. Oleh karena
itu, layanan-layanan pendidikan terhadap mereka harus pula dibuat
bertingkat-tingkat, agar pelajaran itu dapat dipahami oleh anak-anak.
2.2.3
Pengertian Pendidikan
Pengertian Pendidikan pada umumnya
berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti ( karakter, kekuatan bathin),
pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan
masyarakatnya”.
John Stuart Mill (filosof Inggris,
1806-1873 M) menjabarkan bahwa Pendidikan itu meliputi segala sesuatu yang
dikerjakan oleh seseorang untuk dirinya atau yang dikerjakan oleh orang lain
untuk dia, dengan tujuan mendekatkan dia kepada tingkat kesempurnaan.
Pendidikan, menurut H. Horne, adalah
proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi
makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan
sadar kepada vtuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual,
emosional dan kemanusiaan dari manusia.
John Dewey, mengemukakan bahwa
pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin
akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang
muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk untuk
menghasilkan kesinambungan social. Proses ini melibatkan pengawasan dan
perkembangan dari orang yang belum dewasa dan kelompok dimana dia hidup.
Hal senada juga dikemukakan oleh
Edgar Dalle bahwa Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh
keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,
dan latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat
untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat mempermainkan peranan dalam
berbagai lingkungan hidup secara tetap untuk masa yang akan datang.
Thompson mengungkapkan bahwa
Pendidikan adalah pengaruh lingkungan terhadap individu untuk menghasilkan
perubahan-perubahan yang tetap dalam kebiasaan perilaku, pikiran dan sifatnya.
Ditegaskan oleh M.J. Longeveled
bahwa Pendidikan merupakan usaha , pengaruh, perlindungan dan bantuan yang
diberikan kepada anak agar tertuju kepada kedewasaannya, atau lebih tepatnya
membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
Prof. Richey dalam bukunya ‘Planning
for teaching, an Introduction to Education’ menjelaskan Istilah ‘Pendidikan’
berkenaan dengan fungsi yang luas dari pemeliharaan dan perbaikan kehidupan
suatu masyarakat terutama membawa warga masyarakat yang baru (generasi baru)
bagi penuaian kewajiban dan tanggung jawabnya di dalam masyarakat.
Ibnu Muqaffa (salah seorang tokoh
bangsa Arab yang hidup tahun 106 H- 143 H, pengarang Kitab Kalilah dan Daminah)
mengatakan bahwa : “Pendidikan itu ialah yang kita butuhkan untuk mendapatkan
sesuatu yang akan menguatkan semua indera kita seperti makanan dan minuman,
dengan yang lebih kita butuhkan untuk mencapai peradaban yang tinggi yang
merupakan santaan akal dan rohani.”
Plato (filosof Yunani yang hidup
dari tahun 429 SM-346 M) menjelaskan bahwa Pendidikan itu ialah membantu
perkembangan masing-masing dari jasmani dan akal dengan sesuatu yang
memungkinkan tercapainya kesempurnaan.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia,
1991:232, tentang Pengertian Pendidikan , yang berasal dari kata “didik”, Lalu
kata ini mendapat awalan kata “me” sehingga menjadi “mendidik” artinya
memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan
adanya ajaran, tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Dari beberapa Pengertian Pendidikan
diatas dapat disimpulkan mengenai Pendidikan, bahwa Pendidikan merupakan
Bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan
anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap
melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain”
(Langeveld).
Whiterington (1982:10) berpendapat
bahwa pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui
tindakan-tindakan belajar. Itu artinya bahwa tindakan-tindakan belajar yang
berlangsung secara terus menerus akan menghasilkan pertumbuhan pengetahuan dan
perilaku sesuai dengan tingkatan pembelajaran yang dilalui oleh individu
sendiri melalui proses belajar-mengajar. Psikologi pendidikan adalah studi yang
sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan
pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung
melalui tindakan-tindakan belajar. Dari dua definisi ini maka jelas fokus dari
psikologi pendidikan adalah proses belajar mengajar. Pemahaman peserta
didik yang berkaitan dengan aspek kejiwaan merupakan salah satu kunci
keberhasilan pendidikan.
2.2.4
Pengertian Landasan Psikologi Pendidikan
Landasan psikologis pendidikan
adalah suatu landasan dalam proses pendidikan yang membahas berbagai informasi
tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan
dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu
untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia
perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan. Kajian
psikologi yang erat hubungannya dengan pendidikan adalah yang berkaitan dengan
kecerdasan, berpikir, dan belajar (Tirtarahardja, 2005: 106).
2.3 Bentuk-bentuk Psikologi dalam
Pendidikan
2.3.1 Psikologis Perkembangan
Ada tiga teori atau pendekatan
tentang perkembangan. Pendekatan-pendekatan yang dimaksud adalah (Nana Syaodih,
1989).
1.
Pendekatan pentahapan. Perkembangan individu berjalan
melalui tahapan-tahapan tertentu. Pada setiap tahap memiliki ciri-ciri khusus
yang berbeda dengan ciri-ciri pada tahap-tahap yang lain.
2.
Pendekatan diferensial. Pendekatan ini dipandang
individu-individu itu memiliki kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan. Atas
dasar ini lalu orang-orang membuat kelompok–kelompok. Anak-anak yang memiliki
kesamaan dijadikan satu kelompok. Maka terjadilah kelompok berdasarkan jenis
kelamin, kemampuan intelek, bakat, ras, status sosial ekonomi, dan sebagainya.
3.
Pendekatan ipsatif. Pendekatan ini berusaha melihat karakteristik setiap
individu, dapat saja disebut sebagai pendekatan individual. Melihat
perkembangan seseorang secara individual.
Dari ketiga pendekatan ini, yang paling dilaksanakan
adalah pendekatan pentahapan. Pendekatan pentahapan ada 2 macam yaitu bersifat
menyeluruh dan yang bersifat khusus. Yang menyeluruh akan mencakup segala aspek
perkembangan sebagai faktor yang diperhitungkan dalam menyusun tahap-tahap
perkembangan, sedangkan yang bersifat khusus hanya mempertimbang faktor
tertentu saja sebagai dasar menyusun tahap-tahap perkembangan anak, misalnya pentahapan
Piaget, Koglberg, dan Erikson.
Psikologi perkembangan menurut
Rouseau membagi masa perkembangan anak atas empat tahap yaitu :
1)
Masa bayi dari 0 – 2 tahun sebagian besar merupakan
perkembangan fisik.
2)
Masa anak dari 2 – 12 tahun yang dinyatakan perkembangannya
baru seperti hidup manusia primitif.
3)
Masa pubertas dari 12 – 15 tahun, ditandai dengan
perkembangan pikiran dan kemauan untuk berpetualang.
4)
Masa adolesen dari 15 – 25 tahun, pertumbuhan seksual
menonjol, sosial, kata hati, dan moral. Remaja ini sudah mulai belajar
berbudaya.
2.3.2 Psikologi Belajar
Dikalangan
ahli psikologi terdapat keragaman dalam cara menjelaskan dan mendefinisikan
makna belajar (learning). Namun, baik secara eksplisit maupun secara implisit
pada akhirnya terdapat kesamaan maknanya, ialah bahwa definisi manapun konsep
belajar itu selalu menunjukkan kepada suatu
proses perubahan prilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik atau
pengalaman tertentu (Hilgard, 1948:4; Whiterington, 1952:163; Sartain,
1958:299; Crow and Crow, 1956:225; Sniker, 1958:199; Lidgren, 1960:94; Morgan,
1961:187; Di Vesta and Tompson, 1970:111; Gage and Berliner, 1975:86; and Lefrancois,
1975:356).
Menurut Pidarta (2007:206)
belajar adalah perubahan perilaku yang relatif permanen sebagai hasil
pengalaman (bukan hasil perkembangan, pengaruh obat atau kecelakaan) dan bisa
melaksanakannya pada pengetahuan lain serta mampu mengomunikasikannya kepada
orang lain.
Secara psikologis, belajar dapat
didefinisikan sebagai “suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku secara sadar dari hasil interaksinya dengan
lingkungan” (Slameto, 1991:2). Definisi ini menyiratkan dua makna. Pertama,
bahwa belajar merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu yaitu untuk
mendapatkan perubahan tingkah laku. Kedua, perubahan tingkah laku
yang terjadi harus secara sadar.
Dari pengertian belajar di atas,
maka kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku itu
dipandang sebagai Proses belajar, sedangkan perubahan tingkah laku
itu sendiri dipandang sebagai Hasil belajar. Hal ini berarti,
belajar pada hakikatnya menyangkut dua hal yaitu proses belajar
dan hasil belajar.
Para ahli psikologi cenderung
untuk menggunakan pola-pola tingkah laku manusia sebagai suatu model yang
menjadi prinsip-prinsip belajar. Prinsip-prinsip belajar ini selanjutnya lazim
disebut dengan Teori Belajar.
1.
Teori belajar klasik masih tetap dapat dimanfaatkan,
antara lain untuk menghapal perkalian dan melatih soal-soal (Disiplin Mental).
Teori Naturalis bisa dipakai dalam pendidikan luar sekolah terutama pendidikan
seumur hidup.
2.
Teori belajar behaviorisme bermanfaat dalam
mengembangkan perilaku-perilaku nyata, seperti rajin, mendapat skor tinggi,
tidak berkelahi dan sebagainya.
3.
Teori-teori belajar kognisi berguna dalam mempelajari
materi-materi yang rumit yang membutuhkan pemahaman, untuk memecahkan masalah
dan untuk mengembangkan ide (Pidarta, 2007:218).
2.3.3 Psikologi Sosial
Menurut Hollander (1981)
psikologi sosial adalah psikologi yang mempelajari psikologi seseorang di
masyarakat, yang mengkombinasikan ciri-ciri psikologi dengan ilmu sosial
untuk mempelajari pengaruh masyarakat terhadap individu dan antar individu
(dikutip Pidarta, 2007:219).
Pembentukan kesan pertama terhadap orang lain memilki
tiga kunci utama yaitu.
1.
Kepribadian orang itu. Mungkin kita pernah mendengar
tentang orang itu sebelumnya atau cerita-cerita yang mirip dengan orang itu,
terutama tentang kepribadiannya.
2.
Perilaku orang itu. Ketika melihat perilaku orang itu
setelah berhadapan, maka hubungkan dengan cerita-cerita yang pernah didengar.
3.
Latar belakang situasi. Kedua data di atas
kemudian dikaitkan dengan situasi pada waktu itu, maka dari kombinasi ketiga
data itu akan keluarlah kesan pertama tentang orang itu.
Dalam dunia pendidikan, kesan pertama
yang positif yang dibangkitkan pendidik akan memberikan kemauan dan semangat
belajar anak-anak. Motivasi juga merupakan aspek psikologis sosial, sebab tanpa
motivasi tertentu seseorang sulit untuk bersosialisasi dalam masyarakat.
Sehubungan dengan itu, pendidik punya kewajiban untuk menggali motivasi
anak-anak agar muncul, sehingga mereka dengan senang hati belajar di sekolah.
Menurut Klinger (dikutip Pidarta,
2007:222) faktor-faktor yang menentukan motivasi belajar adalah.
1.
Minat dan kebutuhan individu.
2.
Persepsi kesulitan akan tugas-tugas.
3.
Harapan sukses.
2.4 Pentingnya landasan Psikologi dalam
Pendidikan
Landasan psikologi pendidikan merupakan salah
satu landasan yang penting dalam pelaksanaan pendidikan karena keberhasilan
pendidik dalam menjalankan tugasnya sangat dipengaruhi oleh pemahamannya
tentang peserta didik. Oleh karena itu pendidik harus mengetahui apa yang harus
dilakukan kepada peserta didik dalam setiap tahap perkembangan yang berbeda
dari bayi hingga dewasa
Keadaan anak yang tadinya belum dewasa hingga menjadi dewasa
berarti mengalami perubahan,karena dibimbing, dan kegiatan bimbingan merupakan
usaha atau kegiatan berinteraksi antara pendidik,anak
didik dan lingkungan. Perubahan tersebut adalah merupakan gejala yang timbul
secara psikologis. Di dalam hubungan inilah kiranya pendidik harus mampu
memahami perubahan yang terjadi pada diri individu, baik perkembangan maupun
pertumbuhannya. Atas dasar itu pula pendidik perlu memahami landasan pendidikan dari sudut psikologis.
Dengan demikian, psikologi adalah
salah satu landasan pokok dari pendidikan. Antara psikologi dengan pendidikan
merupakan satu kesatuan yang sangat sulit dipisahkan. Subyek dan obyek
pendidikan adalah manusia, sedangkan psikologi menelaah gejala-gejala psikologis
dari manusia. Dengan demikian keduanya menjadi satu kesatuan yang tidak
terpisahkan.
Dalam proses dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pendidikan
peranan psikologi menjadi sangat mutlak. Analisis psikologi akan membantu para
pendidik memahami struktur psikologis anak didik dan kegiatan-kegiatannya,
sehingga kita dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan pendidikan secara efektif.
Lumsdaine (dalam Miarso, 2009: 111) berpendapat bahwa ilmu
perilaku, khususnya teori belajar, merupakan ilmu yang utama untuk
mengembangkan teknologi pembelajaran. Bahkan Deterline (dalam Miarso, 2009:
111) menyatakan bahwa teknologi pembelajaran merupakan aplikasi teknologi
perilaku yaitu untuk menghasilkan perilaku tertentu secara sistematik guna
keperluan pembelajaran.
Tujuan perilaku perlu ditetapkan terlebih dahulu sebelum
mengembangkan pembelajaran agar dapat dijadikan bukti bahwa seseorang telah
belajar. Tujuan perilaku ini merupakan ciri yang harus ada dalam setiap model
pengembangan pembelajaran yang merupakan salah satu bentuk konsepsi teknologi
pendidikan.
Pada akhir abad ke-19 ada dua aliran psikologi belajaryang
sangat menonjol, yakni aliran behavioristik dan aliran kognitif atau teori
komprehensif. Kedua aliran tersebut besar sekali pengaruhnya terhadap teori
pengajaran. Bahkan bias dikatakan hampir semua pengajaran yang dilaksanakan
saat ini dihasilkan dari kedua aliran psikologi belajar tersebut (Sudjana,
2008: 36)
Ada tiga teori belajar aliran behavioristik yang paling
terkenal, yaitu :
1) Teori
koneksionisme (E. L. Thorndike)
Thorndike pada tahun 1901 dengan teori psikologi
perkembangannya merupakan landasan pertama ke arah teknologi pembelajaran yang
menyatakan tiga dalil utama :
a) Dalil latihan dan ulangan: makin
sering diulang respons yang berasal dari stimulus tertentu, makin besar
kemungkinan dicamkan.
b) Dalil akibat: menyatakan prinsip
hubungan senang tidak senang. Respons akan diperkuat bilamana diikuti oleh rasa
senang, dan akan diperlemah bila diikuti rasa tidak senang.
c) Dalil kesiapan: karena perkembangan
sistem syaraf maka unit perilaku tertentu akan lebih mudah dilakukan,
dibandingkan dengan unit perilaku lain.
Menurut Saettler, kontribusi Thorndike dalam teknologi
pembelajaran adalah dengan rumusannya tentang pinsip-prinsip, yaitu: aktivitas
diri, minat atau motivasi, kesiapan mental, individualisasi, dan sosialisasi.
Prinsip yang dikemukakan oleh Thorndike ini memang masih
banyak dianut hingga kini, terutama dalam menentukan strategi belajar dan
merancang produk pembelajaran.
2) Teori
kondisioning klasikal (Ivan Pavlov)
Teori kondisioning klasikal
berpendapat bahwa tingkah laku dibentuk melalui pengaturan dan manipulasi
stimulus dalam lingkungan. Proses pembentukan tingkah laku tersebut disebut
proses pengkondisian. Dalam teori kondisioning klasikal, memberikan pancingan
dan dorongan stimulus belajar merupakan factor penting agar dapat menimbulkan
respons sehingga terjadi proses perubahan tingkah laku.
3) Teori
kondisioning operan (B. F. Skinner)
Seperti halnya kelompok penganut
psikologi modern, Skinner mengadakan pendekatan behavioristik untuk menerangkan
tingkah laku. B.F. Skinner berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh
behavioris dengan pendekatan model instruksi langsung dan meyakini bahwa
perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning.
Di mana seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian
reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan relatif besar. Dalam beberapa
hal, pelaksanaannya jauh lebih fleksibel daripada conditioning klasik. Gaya
mengajar guru dilakukan dengan beberapa pengantar dari guru secara searah dan
dikontrol guru melalui pengulangan dan latihan.
Menajemen Kelas menurut Skinner adalah
berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain dengan proses penguatan
yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi
imbalan apapun pada perilaku yanag tidak tepat. Operant Conditioning adalah
suatu proses perilaku operant ( penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan
perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan
keinginan (http://trimanjuniarso.files.wordpress.com/2008/02/teori-belajar-
behavioristik.doc)
Berdasarkan berbagai percobaannya pada
tikus dan burung merpati Skinner mengatakan bahwa unsur terpenting dalam
belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui
ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi
penguatan ini menjadi dua yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Bentuk
bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Bentuk
bentuk penguatan negatif antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan,
memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang.
2.5 Implikasi landasan Psikologi dalam
Pendidikan
2.5.1 Definisi
dan prinsip perkembangan
Perkembangan adalah proses
terjadinya perubahan pada manusia baik secara fisik maupun secara mental sejak
berada di dalam kandungan sampai manusia tersebut meninggal. Proses
perkembangan pada manusia terjadi dikarenakan manusia mengalami kematangan dan
proses belajar dari waktu ke waktu.
Kematangan adalah perubahan yang
terjadi pada individu dikarenakan adanya pertumbuhan fisik dan biologis,
misalnya seorang anak yang beranjak dewasa akan mengalami perubahan fisik dan
mentalnya. Sedangkan belajar adalah proses yang berkesinambungan dari sebuah
pengalaman yang akan membuat individu berubah dari tidak tahu menjadi tahu (
kognitif ), dari tidak mau menjadi mau (afektif ) dan dari tidak bisa menjadi
bisa (psikomotorik), misalnya seorang anak yang belajar mengendarai sepeda akan
terlebih dahulu diberi pengarahan oleh orang tuanya lalu anak tersebut mencoba
untuk mengendarai sepeda hingga menjadi bisa.
Proses kematangan dan belajar akan
sangat menentukan kesiapan belajar pada seseorang, misalnya seseorang yang
proses kematangan dan belajarnya baik akan memiliki kesiapan belajar yang jauh
lebih baik dengan seseorang yang proses kematangan dan belajarnya buruk.
Manusia dalam perkembangannya mengalami perubahan dalam
berbagai aspek yang ada pada manusia dan aspek-aspek tersebut saling
berhubungan dan berkaitan. Aspek-aspek dalam perkembangan tersebut diantaranya
adalah aspek fisik, mental, emosional, dan sosial
Semua manusia pasti akan mengalami perkembangan dengan tingkat perkembangan yang berbeda, ada yang berkembang dengan cepat dan ada pula yang berkembang dengan lambat. Namun demikian dalam proses perkembangan terdapat nilai-nilai universal yang dimiliki oleh semua orang yaitu prinsip perkembangan.
Prinsip perkembangan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
Semua manusia pasti akan mengalami perkembangan dengan tingkat perkembangan yang berbeda, ada yang berkembang dengan cepat dan ada pula yang berkembang dengan lambat. Namun demikian dalam proses perkembangan terdapat nilai-nilai universal yang dimiliki oleh semua orang yaitu prinsip perkembangan.
Prinsip perkembangan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
·
Perkembangan
terjadi terus menerus hingga manusia meninggal dunia.
·
Kecepatan
perkembangan setiap individu berbeda-beda.
·
Semua
aspek perkembangan saling berkaitan dan berhubungan satu sama lainnya.
·
Arah
perkembangan individu dapat diprediksi.
·
Perkembangan
terjadi secara bertahap dan tiap tahapan mempunyai karakteristik tertentu.
2.5.2 Pengaruh
Hereditas dan Lingkungan Terhadap Perkembangan Individu
1)
Nativisme
Teori nativisme adalah teori yang
berasumsi bahwa setiap individu dilahirkan kedunia dengan membawa faktor-faktor
turunan dari orang tuanya dan faktor tersebut yang menjadi faktor penentu
perkembangan individu.
Tokoh teori ini adalah Schoupenhauer dan Arnold Gessel, implikasi teori nativisme terhadap pendidikan yaitu kurang memberikan kemungkinan bagi pendidik untuk mengubah kepribadian peserta didik.
Tokoh teori ini adalah Schoupenhauer dan Arnold Gessel, implikasi teori nativisme terhadap pendidikan yaitu kurang memberikan kemungkinan bagi pendidik untuk mengubah kepribadian peserta didik.
2)
Empiris
Teori empiris adalah teori yang
berasumsi bahwa setiap individu yang terlahir ke dunia adalah dalam kaeadaan
bersih sedangkan faktor penentu perkembangan individu tersebut adalah
lingkungan dan pengalaman.
Tokoh teori ini adalah John Lock dan J.B. Watson
Implikasinya teori empirisme terhadap pendidikan yaitu dapat memberikan kemungkinan sepenuhnya bagi pendidik untuk dapat membentuk kepribadian peserta didik.
Tokoh teori ini adalah John Lock dan J.B. Watson
Implikasinya teori empirisme terhadap pendidikan yaitu dapat memberikan kemungkinan sepenuhnya bagi pendidik untuk dapat membentuk kepribadian peserta didik.
3)
Konvergensi
Teori konvergensi adalah teori yang
berasumsi bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor keturunan dan
faktor lingkungan serta pengalaman, atau dengan kata lain teori ini adalah
gabungan dari teori empiris dan teori konvergensi.
Tokoh teori ini adalah Wiliam Stern dan Robert J Havighurst.
Implikasi teori konvergensi terhadap pendidikan yaitu dapat memberikan kemungkinan kepada pendidik untuk membentuk kepribadian individu sesuai yang diharapkan akan tetapi tetap memperhatikan faktor-faktor hereditas yang ada pada individu.
Tokoh teori ini adalah Wiliam Stern dan Robert J Havighurst.
Implikasi teori konvergensi terhadap pendidikan yaitu dapat memberikan kemungkinan kepada pendidik untuk membentuk kepribadian individu sesuai yang diharapkan akan tetapi tetap memperhatikan faktor-faktor hereditas yang ada pada individu.
2.5.3 Tahapan dan Tugas Perkembangan
Serta Implikasinya Terhadap Perlakuan Pendidik
Asumsi
bahwa anak adalah orang dewasa dalam skala kecil (anak adalah orang dewasa
mini) telah ditinggalkan orang sejak lama, sebagaimana kita maklumi bahwa masa
anak-anak adalah suatu tahap yang berbeda dengan orang dewasa. Anak menjadi
dewasa melalui suatu proses pertumbuhan bertahap mengenai keadaan fisik,
social, emosional, moral dan mentalnya. Seraya mereka berkembang, mereka
mempunyai cara-cara memahami bereaksi, dan mempresepsi yang sesuai dengan
usianya. Inilah yang oleh ahli psikologi disebut tahap perkembangan. Robert Havighurst
(dalam http :// www.idonbiu.com/ 2009/ 04 / teori-perkembangan-kognitif-piaget.html)
membagi perkembangan individu menjadi 4 tahap, yaitu masa bayi dan masa
kanak-kanak kecil (0-6 tahun), masa kanak-kanak (6-12 tahun), masa remaja atau
adolesen (12-18 tahun), dan masa dewasa (18- …tahun), selain itu Havighurst
mendeskripsikan tugas-tugas perkembangan (development task) yang harus
diselesaikan pada setiap tahap perkembangan sebagai berikut :
(1)
Tugas perkembangan Masa Bayi dan
Kanak-kanak kecil (0-6 tahun)
a.
Belajar berjalan
b. Belajar makan makanan yang padat
c. Belajar berbicara/berkata-kata
d. Belajar mengontrol pembuangan kotoran tubuh
e. Belajar tentang perbedaan kelamin dan kesopanan / kelakuan yang sesuai dengan jenis kelaminnya
f. Mencapai stabilitas fisiologis / jasmaniah
g. Pembentukan konsep sederhana tentang kenyataan social dan kenyataan fisik
h. Belajar berhubungan diri secara emosional dengan orang tua, saudara dan orang lain
i. Belajar membedakan yang benar dan yang salah dan pengembangan kesadaran diri / kata hati.
b. Belajar makan makanan yang padat
c. Belajar berbicara/berkata-kata
d. Belajar mengontrol pembuangan kotoran tubuh
e. Belajar tentang perbedaan kelamin dan kesopanan / kelakuan yang sesuai dengan jenis kelaminnya
f. Mencapai stabilitas fisiologis / jasmaniah
g. Pembentukan konsep sederhana tentang kenyataan social dan kenyataan fisik
h. Belajar berhubungan diri secara emosional dengan orang tua, saudara dan orang lain
i. Belajar membedakan yang benar dan yang salah dan pengembangan kesadaran diri / kata hati.
(2)
Tugas perkembangan masa kanak-kanak (
6-12 tahun ):
a. Belajar keterampilan fisik yang perlu untuk permainan sehari-hari
b. Pembentukan kesatuan sikap terhadap dirinya sebagai suatu organisme yang tumbuh
c. Belajar bermain dengan teman-teman lainnya
d. Belajar memahami peranan-peranan kepriaan dan kewanitaan
e. Pengembangan kemahiran dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung
f. Pengembangan konsep-konsep yang perlu untuk kehidupan sehari-hari
g. Pengembangan kesadaran diri moralitas, dan suatu skala nilai-nilai
h. Pengembangan kebebasan pribadi
i. Pengembangan sikap-sikap terhadap kelompok sosial dan lembaga
a. Belajar keterampilan fisik yang perlu untuk permainan sehari-hari
b. Pembentukan kesatuan sikap terhadap dirinya sebagai suatu organisme yang tumbuh
c. Belajar bermain dengan teman-teman lainnya
d. Belajar memahami peranan-peranan kepriaan dan kewanitaan
e. Pengembangan kemahiran dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung
f. Pengembangan konsep-konsep yang perlu untuk kehidupan sehari-hari
g. Pengembangan kesadaran diri moralitas, dan suatu skala nilai-nilai
h. Pengembangan kebebasan pribadi
i. Pengembangan sikap-sikap terhadap kelompok sosial dan lembaga
(3)
Tugas perkembangan masa Remaja /
Adolesen ( 12-18 ):
a. Mencapai peranan sosial dan hubungan yang lebih matang sebagai laki-laki / perempuan serta kebebasan emosional orang tua
b. Memperoleh jaminan kebebasan ekonomi dengan memilih dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan
c. Mempersiapkan diri untuk keluarga
d. Mengembangkan kecakapan intelektual serta tingkah laku yang bertanggung jawab dalam masyarakat.
a. Mencapai peranan sosial dan hubungan yang lebih matang sebagai laki-laki / perempuan serta kebebasan emosional orang tua
b. Memperoleh jaminan kebebasan ekonomi dengan memilih dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan
c. Mempersiapkan diri untuk keluarga
d. Mengembangkan kecakapan intelektual serta tingkah laku yang bertanggung jawab dalam masyarakat.
(4)
Tugas perkembangan pada masa Dewasa ( 18
- ….)
·
Masa dewasa awal :
a. Memilih pasangan hidup dan belajar hidup bersama
b. Memulai berkeluarga
c. Mulai menduduki suatu jabatan / pekerjaan.
a. Memilih pasangan hidup dan belajar hidup bersama
b. Memulai berkeluarga
c. Mulai menduduki suatu jabatan / pekerjaan.
·
Masa dewasa tengah umur :
a. Mencapai tanggung jawab sosial dan warga Negara yang dewasa
b. Membantu anak belasan tahun menjadi dewasa
c. Menghubungkan diri sendiri kepada suami/isteri sebagai suatu pribadi
d. Menyesuaikan diri kepada orang tua yang semakin tua.
a. Mencapai tanggung jawab sosial dan warga Negara yang dewasa
b. Membantu anak belasan tahun menjadi dewasa
c. Menghubungkan diri sendiri kepada suami/isteri sebagai suatu pribadi
d. Menyesuaikan diri kepada orang tua yang semakin tua.
·
Tugas perkembangan Usia Lanjut :
a. Menyesuaikan diri pada kekuatan dan kesehatan jasmani
b. Menyesuaikan diri pada saat pensiun dan pendapatan yang semakin berkurang
c. Menyesuaikan diri terhadap kematian, terutama banyak beribadah
Dari uraian di atas, seorang pendidik dalam proses pembelajarannya harus memperhatikan tugas perkembangan pada setiap masa perkembangan anak. Dimulai dari perencanaan pembalajaran yang akan dilaksanakan sampai dengan penilaian akhir serta evaluasi pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari pemahaman akan tugas perkembangan peserta didik pada setiap masa perkembangannya.
a. Menyesuaikan diri pada kekuatan dan kesehatan jasmani
b. Menyesuaikan diri pada saat pensiun dan pendapatan yang semakin berkurang
c. Menyesuaikan diri terhadap kematian, terutama banyak beribadah
Dari uraian di atas, seorang pendidik dalam proses pembelajarannya harus memperhatikan tugas perkembangan pada setiap masa perkembangan anak. Dimulai dari perencanaan pembalajaran yang akan dilaksanakan sampai dengan penilaian akhir serta evaluasi pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari pemahaman akan tugas perkembangan peserta didik pada setiap masa perkembangannya.
2.5.4 Implikasi
Perkembangan Individu terhadap perlakuan Pendidik (Orang Dewasa) yang
diharapkan
Sebagaimana
dikemukakan Yelon dan Weinstei (dalam http ://www.idonbiu.com/ 2009/ 04 /
teori-perkembangan-kognitif-piaget.html), implikasi perkembangan individu
terhadap perlakuan pendidik ( orang dewasa ) yang diharapkan dalam rangka
membantu menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya adalah sebagai berikut :
(1) Perlakuan pendidik (orang dewasa)
yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada masa kanak-kanak kecil :
a. Menyelenggarakan disiplin secara lemah lembut secara konsisten
b. Menjaga keselamatan tanpa perlindungan yang berlebihan
c. Bercakap-cakap dan memberikan respon terhadap perkataan peserta didik
d. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk aktif dan bereksplorasi
e. Menghargai hal-hal yang dapat dikerjakan peserta didik.
a. Menyelenggarakan disiplin secara lemah lembut secara konsisten
b. Menjaga keselamatan tanpa perlindungan yang berlebihan
c. Bercakap-cakap dan memberikan respon terhadap perkataan peserta didik
d. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk aktif dan bereksplorasi
e. Menghargai hal-hal yang dapat dikerjakan peserta didik.
(2) Perlakuan pendidik (orang dewasa)
yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada masa prasekolah :
a. Memberikan tanggung jawab dan kebebasan kepada peserta didik secara berangsur-angsur dan terus menerus
b. Latihan harus ditekankan pada koordinasi: kecepatan, mengarahkan keseimbangan dsb.
c. Menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peserta didik
d. Menyediakan benda-benda untuk diekplorasi
e. Memberikan kesempatan untuk berinteraksi ssosial dan kerja kelompok kecil
f. Menggunakan program aktif, seperti ; bernyanyi dengan bergerak, dll.
g. Memperbanyak aktivitas berbahasa seperti bercerita, mengklasifikasikan, diskusi masalah, dan membuat aturan-aturan.
a. Memberikan tanggung jawab dan kebebasan kepada peserta didik secara berangsur-angsur dan terus menerus
b. Latihan harus ditekankan pada koordinasi: kecepatan, mengarahkan keseimbangan dsb.
c. Menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peserta didik
d. Menyediakan benda-benda untuk diekplorasi
e. Memberikan kesempatan untuk berinteraksi ssosial dan kerja kelompok kecil
f. Menggunakan program aktif, seperti ; bernyanyi dengan bergerak, dll.
g. Memperbanyak aktivitas berbahasa seperti bercerita, mengklasifikasikan, diskusi masalah, dan membuat aturan-aturan.
(3) Perlakuan pendidik (orang dewasa)
yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada masa kanak-kanak :
a. Menerima kebutuhan-kebutuhan akan kebebasan anak; dan menambah tanggung jawab anak.
b. Mendorong pertemanan dengan menggunakan projek-projek dan permainan kelompok
c. Membangkitkan rasa ingin tahu
d. Secara konsisten mengupayakan disiplin yang tegas dan dapat dipahami
e. Menghadapkan anak pada gagasan-gagasan dan pandangan-pandangan baru
f. Bersama-sama menciptakan aturan dan kejujuran.
a. Menerima kebutuhan-kebutuhan akan kebebasan anak; dan menambah tanggung jawab anak.
b. Mendorong pertemanan dengan menggunakan projek-projek dan permainan kelompok
c. Membangkitkan rasa ingin tahu
d. Secara konsisten mengupayakan disiplin yang tegas dan dapat dipahami
e. Menghadapkan anak pada gagasan-gagasan dan pandangan-pandangan baru
f. Bersama-sama menciptakan aturan dan kejujuran.
(4) Perlakuan pendidik (orang dewasa)
yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada masa remaja awal :
a. Memberikan kesempatan berolahraga secara tim dan perorangan, tetapi tidak mengutamakan tenaga fisik yang besar.
b. Menerima makin dewasanya peserta didik
c. Memberikan tanggung jawab secara berangsur-angsur
d. Mendorong kebebasan dan tanggung jawab.
a. Memberikan kesempatan berolahraga secara tim dan perorangan, tetapi tidak mengutamakan tenaga fisik yang besar.
b. Menerima makin dewasanya peserta didik
c. Memberikan tanggung jawab secara berangsur-angsur
d. Mendorong kebebasan dan tanggung jawab.
(5) Perlakuan pendidik (orang dewasa)
yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada masa remaja akhir :
a. Menghargai pandangan-pandangan pessrta didik
b. Menerima kematangan peserta didik
c. Memberikan kesempatan luas kepada peserta didik untuk berolahraga dan bekerja secara cermat
d. Memberikan kesempatan yang luas untuk pendidikan karir
e. Menggunakan kerjasama kelompok untuk memecahkan masalah
f. Bekreasi bersama dan bersama-sama menegakan berbagai aturan.
a. Menghargai pandangan-pandangan pessrta didik
b. Menerima kematangan peserta didik
c. Memberikan kesempatan luas kepada peserta didik untuk berolahraga dan bekerja secara cermat
d. Memberikan kesempatan yang luas untuk pendidikan karir
e. Menggunakan kerjasama kelompok untuk memecahkan masalah
f. Bekreasi bersama dan bersama-sama menegakan berbagai aturan.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Pemahaman
peserta didik yang berkaitan dengan aspek kejiwaan merupakan salah satu kunci
keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu, hasil kajian dan penemuan psiologis
sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan. Misalnya pengetahuan
tentang aspek-aspek pribadi, urutan dan ciri-ciri pertumbuhan setiap aspek, dan
konsep tentang cara-cara paling tepat untuk mengembangkannya. Untuk itu
psikologi menyediakan sejumlah informasi tentang kehidupan pribadi manusia pada
umumnya serta berkaitan dengan aspek pribadi. Individu memiliki bakat,
kemampuan, minat, kekuatan serta tempo, dan irama perkembangan yang berbeda
satu dengan yang lain.
Sebagai
implikasinya pendidik tidak mungkin memperlakukan sama kepada setiap peserta
didik, sekalipun mereka mungkin memiliki beberapa persamaan.
Dengan
demikian Landasan psikologis pendidikan merupakan salah satu landasan yang
penting dalam pelaksanan pendidikan karena keberhasilan pendidik dalam
menjalankan tugasnya sangat dipengaruhi oleh pemahamannya tentang peserta
didik. Oleh karena itu pendidik harus mengetahui apa yang harus dilakukan
kepada peserta didik dalam setiap tahap perkembangan yang berbeda mulai dari
bayi hingga dewasa
3.2
Kritik dan Saran
Sekilas
uraian tentang Landasan Psikologi dalam pendidikan, tentunya penulis banyak
melakukan kesalahan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan
saran sangat kami perlukan demi pembuatan makalah yang lebih baik. Semoga
makalah ini bisa bermanfaat dan dapat
dijadikan sebagai penambah wacana bagi para pembaca. Aamiin.
DAFTAR PUSTAKA
Pidarta, Made. Landasan Kependidikan, Rineka Cipta :
Jakarta, 2009
Makmun, Abin S. Psikologi Kependidikan, Rosda : Bandung,
2007
http://www.artikelbagus.com/2012/11/pengertian-pendidikan.html#ixzz3GgEpeQVB
http://ineusintiawati.blogspot.com/2012/03/pengertian-landasan.html
http://imroatulislamiya41.wordpress.com/2013/05/16/landasan-psikologi-pendidikan/
http://arerariena.wordpress.com/2011/03/09/landasan-psikologi-pendidikan/
http://zakiacuteharrier.blogspot.com/2012/01/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
Facebook: Materi Kuliah
18 September 2012
http://hepimakassar.wordpress.com/2011/11/07/landasan-psikologi-dalam-pendidikan/
